JakartaBicara, Jakarta – Seorang teman dosen seangkatan dengan penulis dalam kuliah Pasca Sarjana yaitu Iramdan S.Pd, M.Pd, mengatakan melalui WA, Beban mengajar dan beban admistratif yang tinggi kata Ramdan sehingga menyebabkan perhatian para dosen tidak saja berfokus pada produktivitas penelitian. Apalagi gaji yang mereka terima masih sebatas UMR. Lalu mampukan pemerintah ke depan mengubah nasib dosen menjadi lebih baik?
Bagaimana agar riset teknologi dan penelitan menjadi perhatian penting pemerintah ke depan, tanpa mengenyampingkan kesejahteraan dosen? Kata Ramdan pangilan akrabnya.
Berbagai catatan penting bagi kabinet baru nanti lanjut Ramdan, Asosiasi Dosen Indonesia (ADI) sebagai organisasi dosen pertama yang berdiri di Indonesia selama 26 tahun mewadahi para dosen Indonesia mengundang media untuk hadir dalam jumpa pers, terkait isu kesejahteraan Dosen Indonesia menyusul akan dibentuknya kabinet baru paska Pemilu.
Sayangnya informasi ini terlambat disampikan rekan saya Ramdan, sehingga tidak dapat hadir dalam jump Pers. Topik #JanganJadiDosen membanjiri media sosial dalam beberapa hari terakhir. Hingga kini, tagar tersebut masih tertera dalam daftar trending topic di platform X. ramainya pembahasan soal #Jangan Jadi Dosen berasal dari tweet penyanyi kawakan Kunto Aji.
Ia membagikan foto gaji dalam bentuk uang tunai usai bertugas sebagai tenaga Perlindungan Masyarakat (Linmas) dalam proses pemungutan suara pada Pemilu 2024.
Lalu, tweet itu dikomentari oleh seorang netizen yang mengajak warga maya membagikan gaji pertama ketika jadi CPNS. Ia mengatakan berdasarkan pengalamannya, gaji yang diterima pertama kali cuma 80% dari pokok dan digabung untuk tiga bulan.
Kemudian, tweet tersebut dikomentari oleh seorang netizen lainnya yang berprofesi sebagai dosen. Ia memamerkan slip gaji dengan status ‘Dosen Asisten Ahli’ yang nominalnya Rp 2.460.600. Untuk gaji pertama 80%, yang dia dapatkan Rp 2.048.480.
Tweet itu lantas mendapat respons yang ramai dari netizen. Netizen dengan akun @ikhwanuddin kemudian membagikan lagi gaji total yang sudah didapatkan dengan berbagai tunjangan. Ternyata, angkanya mentok di Rp 3.504.000.
Berkat pengakuannya dan beberapa dosen lain yang turut memamerkan slip gaji dosen, muncul tagar #JanganJadiDosen. Tagar ini merupakan bentuk sindiran bahwa tenaga pengajar di Indonesia masih dihargai rendah. Kapan negara kita bisa menghargai tenaga pengajar dan pendidik sesuai dangan beban kerja dan tanggung jawabnya?
Untuk menanggapi tagar #JanganJadiDosen yang ramai di media sosial X Pakar Kebijakan Publik Universitas Airlangga (Unair), Gitadi Tegas memberikan pendapatnya. Menurut Gitadi, pemerintah perlu menetapkan standar kebijakan upah dosen yang lebih optimal kata Gitadi.
“Saya rasa perlu ada standar kebijakana. Kita perlu kembali ke grand design pendidikan Indonesia yang belakangan ini terus berubah,” terang Gitadi seperti dikutip dari laman Unair, Selasa 5/3/2024. tutupnya. (Ring-o)