Jakarta Bicara – MSM Group TNI & POLRI Sarjodin Rauf Putuskan Lapor Balik Suleman Batalipu dan PT. HIP ke Polres Buol

Sarjodin Rauf Putuskan Lapor Balik Suleman Batalipu dan PT. HIP ke Polres Buol

JakartaBicara (Jaringan MSM), Sulteng – Baru Keluar Penjara Akibat Kriminalisasi, Dipolisikan Lagi Oleh PT. HIP, Kamis, 20 Maret 2025. Sarjodin Rauf, aktivis tani di Buol mendatangi Kantor POLRES Buol untuk melakukan laporan dugaan penyerobotan lahan miliknya yang dijadikan obyek pembangunan kebun Kemitraan Inti-Plasma antara Koperasi Awal Baru dengan PT. Hardaya Inti Plantations (HIP), kendati dia harus menunggu hingga malam untuk dilayani BAW, namun Sarjodin merasa lega laporannya diterima dengan Nomor: LP/B96/III/2025/SPKT/POLRES BUOL/POLDA SULTENG.

Awalnya Sarjodin mengaku ragu melakukan laporan ke polisi karena hawatir tidak diproses, keraguannya bukan tanpa dasar, sebab ia dan istrinya pernah melaporkan penipuan yang dilakukan Suleman Batalipu pada 2018 namun tidak ada tindak lanjut, selain itu ada 7 laporan rekan-rekan petani di Polres Buol tidak mendapat penanganan serius sudah setahunan, bahkan satu laporan petani pada 2021 atas dugaan korupsi Suleman Batalipu dan dua pengurus koperasi Awal Baru lainnya yang sudah sempat ada penetapan tersangka, dihentikan prosesnya tanpa keterangan dari kepolisian kepada pelapor.

Namun, lantaran dirinya yang baru keluar penjara dan dilaporkan lagi ke polisi oleh Suleman Batalipu yang didampingi pihak PT. HIP, karena aktifitasnya menuntut hak terhadap tanahnya yang dimitrakan, ia akhirnya memutuskan untuk membuat laporan balik atas dugaan penyerobotan tanah oleh Koperasi Awal Baru dan PT. HIP serta PT. Usaha kelola Mandiri Investasi.

“Setidaknya saya buat laporan polisi sebagai upaya untuk menuntut keadilan, selain itu untuk melihat apakah kepolisian di Buol benar-benar bisa prisisi dan tidak memihak dalam konflik kemitraan sawit ini. Bayangkan tiap laporan PT. HIP rasanya sangat cepat diproses sepanjang 2024 sampai 2025 ini sudah 25 orang petani dan keluarganya dapat panggilan polisi dari Polres sampai Polda Sulteng. Tapi coba kalo laporan petani, sulit ditindaklanjuti. Saya dilaporakn lagi oleh Suleman Batalipu tanggal 10 Maret 2025, 18 Maret lalu saya sudah penuhi panggilan polisi untuk keterangan awal. Itulah hanya butuh satu minggu sudah diproses, saya berharap laporan saya dengan bukti yang cukup lengkap bisa segera ditindak lanjuti oleh unit TIPIDTER Polres Buol juga”.

Kamis, tanggal 20 Maret pukul 14.30 WITA, Sarjodin putuskan membuat Laporan di POLRES Buol, Ia berharap laporannya akan diproses dengan baik dan adil oleh kepolisian, harapan yang sama juga untuk laporan rekan-rekannya yang sudah lebih dulu masuk. Menurutnya, laporan perusahaan dan pengurus koperasi tani selama ini tidak ada dasar kepemilikan, karena menurutnya lahan-lahan yang diperjuangkan petani itu adalah lahan mereka sendiri, bukan HGU perusahaan maupun kepemilikan ketua koperasi.

“Sekarang saya membuat laporan dengan dasar yang sangat jalas, lahan saya ada Sertifikat Hak Milik (SHM), yang ditanami sawit oleh PT. HIP sejak 2011 tanpa persetujuan saya dan orangtua, kami tidak mendapat apa-apa bahkan tidak ada ganti rugi atas lahan tersebut, yang sudah produktif sebelumnya. Jadi sangat jelas tanah saya diambil paksa dan dijadikan kebun koperasi Awal Baru. Lebih sialnya, saya sekarang justru dilaporkan polisi oleh Sulemen Batalipu yang mengaku masih menjabat ketua koperasi meskipun sudah 3 tahun lebih tidak melaksanakan Rapat Anggota Tahunan, ia bahkan didampingi PT. HIP saat melakukan laporan di Polres Buol”.

Sarjodin Rauf, aktivis tani yang tak pantang menyerah perjuangkan HAM

Sarjodin adalah satu dari ribuan petani pemilik lahan yang menjadi korban praktik buruk kemitraan pembangunan kebun sawit melalui sekema inti-plasma dengan PT. HIP, perusahaan sawit milik Hartati Murdaya di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah. Sarjodin, adalah warga desa Manila, kecamatan Tiloan, pada tahun 1997 Sarjodin menikah dan memiliki 3 orang anak. Anak pertamanya berusia 27 tahun dan sudah berkeluarga, anak kedua perempuan sedang berkuliah di perguruan tinggi, dan anak ke tiga laki-laki masih duduk di kelas 4 Sekolah Dasar.

Sejak tahun 2000 bersama keluarga, mertua dan adiknya mereka mengelola lahan kurang lebih 4 hektar untuk pertanian pangan dan tanaman bulanan seperti padi, jagung, kedelai, kacang tanah, cabai, dan bawang merah. Selain lahan untuk tanaman bulanan terdapat kurang lebih 10 hektar yang ditanami tanaman tahunan, seperti pohon jati sebanyak 200 pohon, kelapa dalam, buah langsat, buah rambutan, mangga, dan nangka yang jumlahnya mencapai ratusan pohon.

Sebelum ada program kemitraan untuk perkebunan sawit, di lahan itulah Sarjodin bersama keluarganya memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari dan sumber perekonomian. Lahan-lahan yang dikelola tersebut secara rutin menghasilkan padi antara 40 – 50 karung perpanen, kedelai bisa mencapai 2-ton sekali panen. Belum lagi penghasilan dari tanaman tahunan dan bulanan lainnya, cacao menghasilkan sekitar 40 kg setiap bulan, kelapa meghasilkan 50 – 70 kg tiap panen. Sehinga penghasilan dari lahan itu dapat mencukupi kebutuhan tiga keluarga sekaligus.

Seluruhnya lenyap, setelah lahan-lahan tersebut dibangunkan kebun kemitraan sawit yang dikelola oleh PT. HIP, bukan saja tidak mendapatkan bagi hasil kebun / SHU, tapi dari 14 hektar lahan garapan keluarganya yang tergusur, hanya satu hektar saja yang diakui melalui SK Bupati atas nama Sarjodin, selebihnya tidak ada.

Atas ketidak-adilan itulah Sarjodin beserta keluarga dan rekan-rekannya melakukan penuntutan kepada para pihak berwenang. Termasuk melaporkan dugaan penggelapan uang koperasi Awal Baru oleh pengurus saat itu, termasuk Suleman Batalipu. Dalam perjalanannya, tahun 2021 Polres Buol menetapkan tersangka terhadap Suleman Batalipu selaku ketua, dengan sekertaris dan bendahara.

Di tahun yang sama, karena merasa akan ada keadilan, Sarjodin bersama anggota koperasi lainya menyelengarakan Rapat Anggota Luar Biasa (RALB) yang difasilitasi oleh Dinas Koperasi Buol, dan dihadiri pihak kepolisian. Namun, setelah pengurus baru terbentuk dan mulai melakukan komunikasi dengan pihak PT. HIP, PT. HIP tidak menghiraukan, dan tidak mengakui kepengurusan tersebut. Tiba-tiba Dinas Koperasi Buol juga mengeluarkan Surat Keputusan tentang pencabutan pengesahan kepengurusan hasil RALB. Dalam rentetannya, masyarakat yang sedang melakukan aksi penghentian operasional kebun dibubarkan paksa oleh pihak perusahaan yang dikawal pasukan kepolisian dan tentara, kemudian Sarjodin dan 4 orang lainnya ditangkap polisi di lokasi, dan dipenjara atas tuduhan pendudukan lahan PT. HIP, ia divonis penjara selama 2,5 tahun.

Oktober 2024, Sarjodin bebas dan kembali melakukan perjuangan untuk menuntut kembali haknya bersama kawan-kawannya yang mengalami hal serupa. Berulang kali ia didatangi pihak perusahaan dan pengurus koperasi untuk meminta menghentikan aksinya menutup kebunnya. Namun ia memberanikan diri berjuang kembali menuntut keadilan atas kerugian yang ia dan rekan-rekannya alami belasan tahun akibat praktik buruk kemitraan sawit, dan bahwa ia dipenjarakan atas tuduhan yang tidak adil, yang justru melanggar hak asasinya ditengah ia menuntut agar hak-haknya dipenuhi. Tahun ini ia kembali merasakan lingkar penindasan yang sama, namun tidak menyurutkan semangatnya untuk menperoleh keadilan.

3 Likes

Author: admin